Rabu, 17 Desember 2014

Ijaz Dalam Ilmu Balaghah



PENDAHULUAN
Tuhan menciptakan manusia di bumi sebagai makhluk sosial. Dalam hakikatnya sebagai makhluk sosial, tentunya manusia tidak lepas dengan yang namanya pembicaraan atau komunikasi antar mulut ke mulut. Oleh karenanya diperlukan perhatian tersendiri dalam hal ini agar kualitas dan kuantitas kalam seseorang terbentuk dengan baik, benar dan indah. Sebagaimana wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW, yaitu ayat 1-5 dari surat Al-Alaq yang di dalamnya mengandung konsep pembelajaran berbicara. Ini menjadi bukti akan pentingnya mempelajari bagaimana cara agar bahasa atau kalam menjadi baik.
Dari adanya masalah tersebut, ilmu balaghah datang sebagai solusi yang terbilang cukup efektif dalam menyelesaikan dan menguraikan masalah-masalah seperti itu melalui disiplin keilmuan. Dengan demikian diharapkan agar setiap orang bisa mempelajarinya dengan orientasi penataan dimensi komunikasi yang terarah dan berkualitas baik.
Sebagaimana yang biasa dipelajari oleh para pelajar ilmu nahwu. Disana ilmu yang pertama kali harus mereka pelajari adalah tentang الكلام. Dan ulama’ nahwu pun ketika mengarang kitab tentang ilmu nahwu, sembilan puluh persen mereka selalu mengawali kitab-kitab yang mereka karang dengan pembahasan materi الكلام. Mereka memandang hal ini sebagai materi terpenting untuk dipelajari seseorang sebelum lebih dalam memahami tentang ilmu nahwu.
Dan dalam paktiknya banyak pakar keilmuan yang sudah memakai dan mengaplikasikan ilmu balaghah dalam kesehariannya, seperti; psikiater, psikolog, sosiolog, kriminolog, guru, orang tua, dan para pemuka Islam dan bahkan Non-Islam. Mereka memakai ilmu balaghah sebagai alat untuk berkomunikasi kepada setiap pasien yang mereka tangani. Dan ini sudah terbukti sangat efektif.
Adapun pada makalah kali ini akan membahas mengenai Ijaz dalam Ilmu Balagah.


PEMBAHASAN

Pengertian
Al-Ījāz adalah mengungkapkan kata-kata dengan lafaz yang sedikit (ringkas) dengan  jelas  dan  fasih, tetapi memiliki makna yang luas, melebihi susunan kalimatnya.[1]
Al-Ījāz terbagi menjadi dua, yaitu Ījāz al-Qashr dan Ījāz al-Hadzf.
a.       Ījāz al-Qashr
Yaitu mengungkapkan kata-kata dengan susunan lafaz yang sedikit dan ringkas tetapi memiliki makna yang luas dan padat (maknanya lebih luas dari susunan kalimat), tanpa    disertai  pembuangan beberapa kata atau kalimat.[2]
Contoh:[3]
Ÿwr& ã&s! ß,ù=sƒø:$# âöDF{$#ur 3
“...Ketahuilah milik Allah segala urusan dan penciptaan....” (QS. Al-A’rāf [7]: 54)
Kata الخلق (penciptaan) dan الأمر (urusan) mengandung makna semua (segala) hal yang berkaitan dengan penciptaan makhluk dan urusannya seperti hidup, mati, senang, bahagia dan lain-lain. Itu sudah terkandung dalam makna ayat ini.
Contoh lain:
الضَّعِيْفُ أَمِيْرُ الرَّكْبِ
Orang yang lemah adalah kepala dalam rombongan.
Begitu juga kata الضعيف (orang yang lemah) adalah pemimpin/penguasa dalam suatu rombongan karena ketika kita berada dalam satu rombongan dengan orang yang lemah maka kita harus memberikan perhatian yang cukup untuknya karena ia tidak bisa bergerak dan berjalan sesuai dengan gerakan orang lain yang dalam keadaan sehat.
b.      Ījāz al-Hadzf
Yaitu meringkas pengungkapan kata-kata dengan tidak menyebutkan suatu lafaz atau kalimat. Jadi dalam Ījāz al-Hadzf ada lafaz atau kalimat yang tidak disebutkan (digugurkan).[4]
Contoh:
È@t«óur sptƒös)ø9$# ÓÉL©9$# $¨Zà2 $pkŽÏù
“Bertanyalah kepada desa yang pernah kami diami….” (QS. Yūsuf [12]: 82)
Tidak disebutkan lafazh أهل, yang asalnya واسئل أهل القرية karena seseorang tidak mungkin bertanya kepada desa. Tetapi seseorang akan bertanya kepada penduduk (orang-orang yang berada) di desa tersebut.

Contoh lain:
أَكَلْتُ فَاكِهَةً وَمَاءً
Saya makan buah-buahan dan air
Tidak disebutkan lafaz شربت, yang asalnya أكلت فاكهة وشربت ماء, karena untuk air kata yang tepat dipergunakan adalah minum bukan makan.


Contoh lain:
وَمَنْ تَابَ وَعَمِلَ صَالِحًا
Barang siapa yang bertaubat dan beramal saleh (baik)
Tidak disebutkan lafaz عملا asalnya ومن تاب وعمل عملا صالحا karena yang dikerjakan عملا صالحا perbuatan yang salih bukan kesalihan itu sendiri. Adapun shalih adalah sifat dari suatu perbuatan.
Kalau tidak diketahui yang tidak disebutkan maka ayat itu tidak akan sempurna maknanya. Tetapi perlu dicatat bahwa dengan adanya kaidah Ījāz dalam ilmu Balagah, bukan berarti menunjukkan ketidaksempurnaan al-Qur’an, tetapi justru sebaliknya menunjukkan kesempurnaan firman Allah karena di sana letak nilai balagahnya.
Pada jenis Ījāz al-Hadzf ini disyaratkan adanya dalil (bukti) yang menunjukkan pengguguran itu boleh (masuk akal). Kalau tidak demikian, maka pengguguran lafazh tersebut tidak diperbolehkan.[5]


PENUTUP

Ījāz adalah mengungkapkan kata-kata dengan lafaz yang sedikit (ringkas) dengan  jelas  dan  fasih, tetapi memiliki makna yang luas. Ījāz juga terbagi menjadi dua yaitu  Ījāz al-Qashr adalah mengungkapkan kata-kata dengan susunan lafaz yang sedikit dan ringkas tetapi memiliki makna yang luas dan padat tanpa disertai  pembuangan beberapa kata atau kalimat. Dan yang kedua Ījāz al-Hadzf adalah meringkas pengungkapan kata-kata dengan tidak menyebutkan suatu lafaz atau kalimat. Jadi dalam Ījāz al-Hadzf ada lafaz atau kalimat yang tidak disebutkan (digugurkan).
Hal ini dilakukan untuk mendapatkan keringkasan kata dan kekayaan makna. Ijaz banyak ditemukan di dalam Al-Qur’an. Sehingga Al-Qur’an memiliki nilai sastra yang begitu tinggi dan tidak ada seorangpun yng dapat menandinginya. Semoga setelah kita mengetahui tentang kemu’jizatan al-Qur’an dari segi balagahnya akan meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT. Amîn.


DAFTAR PUSTAKA

Al Jarim, Musthafa Amin, 2011. Terjemahan al-Balâghatul Wâdhihah (Bandung: Sinar Baru Algesindo
Ali, Fahri, Musawah, Ijaz, dan Ithnab dalam “http://all4sharing.blogspot.com/2012/11/ musawah-ijaz-dan-ithnab.html diakses 11 Nopember 2014
Supriadi , Dr. L, Materi Ilmu Balagah dalam http://kajianfahmilquranhfd.Wordpress .com /2013/12/09/ fashahah-dan-balaghah/ diakses 11 Nopember 2014



[1] Al Jarim, Musthafa Amin, Terjemahan al-Balâghatul Wâdhihah (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2011), Cet.IX, h.342
[2] Dr. L Supriadi, Materi Ilmu Balagah dalam http://kajianfahmilquranhfd. wordpress.com /2013/12/09/ fashahah-dan-balaghah/ diakses 11 Nopember 2014, h. 110
[3] Fahri Ali, Musawah, Ijaz, dan Ithnab dalam “http://all4sharing.blogspot.com/2012/11/ musawah-ijaz-dan-ithnab.html diakses 11 Nopember 2014
[4] Dr. L Supriadi, Materi Ilmu Balagah, h. 111
[5] Ibid, h.112-113

Tidak ada komentar: