BAB I
PENDAHULUAN
Al-Quran adalah mukjizat yang sangat agung, dulu, sekarang, dan selamanya.
Kemukjizatannya tidak dapat tertandingi. Bahkan dengan tegas, al-Quran telah
menantang para umat untuk membuat hal yang sama, tapi tetap saja tidak ada yang
bisa menandinginya.
Antara kemukjizatannya yang sampai saat ini terus bertahan adalah dari sisi
bahasanya yang begitu indah, memukau dan penuh makna. Susunannya yang teramat
dahsyat, dan selalu memiliki sisi-sisi yang tidak bisa terlewatkan. Tidak ada
bahasanya yang tanpa makna. Semua serba menarik. Tanpa terkecuali.
Pada bagian ini, penulis hanya akan membahas bagian kecilnya saja. yaitu tentang kaidah mufrad dan jamak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Dalam struktur tata bahasa Arab (ilm al-nahw, gramatika), lafazh mufrad dalam bahasa Arab sama artinya dengan singular dalam bahasa
Inggris, yang berarti tunggal (single).[1]
Term ini dalam bahasa Arab biasa digunakan sebagai sebutan untuk ism
(kata benda, nomina) yang menunjukkan arti satu atau tunggal, seperti
sebuah buku, seekor ayam, seorang manusia dan lain
sebagainya.
Sedangkan lafazh jamak (lnggris: plural)
merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut ism yang menunjukkan
arti lebih dari dua.[2]
Hal ini berbeda sekali dengan istilah jamak dalam bahasa Inggris. Sebab, dua
orang atau dua benda dalam bahasa Inggris sudah dapat disebut dengan jamak (plural),
sedangkan dalam bahasa Arab, sesuatu yang menunjukkan arti dua biasanya disebut
dengan tasniyah.
B. Pembagian Bentuk Jamak
Bentuk jamak dalam bahasa Arab dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu,
pertama Jamak salîm (utuh) adalah bentuk jamak yang terjadi berdasarkan pola
yang beraturan atau tetap; dan kedua, jamak taksîr (pecah) adalah bentuk
jamak yang terjadinya tidak berdasarkan pola yang seragam atau
tetap.[3]
1.
Jamak salîm dapat dibentuk dengan menambahkan huruf wawu dan nun
( و,ن ) pada kalimat
nominal dan huruf ya’ dan nun ( ي,ن)
pada kalimat akusatif atau genitif
Contohnya banyak sekali ditemukan dalam al-Quran, di antaranya:
ô‰s% yxn=øùr& tbqãZÏB÷sßJø9$# ÇÊÈ tûïÏ%©!$# öNèd ’Îû öNÍkÍEŸx|¹ tbqãèϱ»yz ÇËÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd Ç`tã Èqøó¯=9$# šcqàÊÌ÷èãB ÇÌÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd Ío4qx.¨“=Ï9 tbqè=Ïè»sù ÇÍÈ tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ
|
1. Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman,
2. (yaitu) orang-orang yang khusyu'
dalam sembahyangnya,
3. Dan orang-orang yang menjauhkan
diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna,
4. Dan orang-orang yang menunaikan
zakat,
5. Dan orang-orang yang menjaga
kemaluannya
(QS. Al-Mu’minun ayat 1-5)
Lafazh (al-mu’minûn, khâsyi’ûn, mu’ridhun, fâ’ilûn, hâfizhûn) pada ayat di atas masing-masing adalah bentuk jamak dari ism mufrad (kata benda tunggal): (al-mu’minun, hâfizhun,khâsyi’un, mu’ridhun, fâ’ilun) mendapat tambahan akhiran huruf wawu dan nun atau huruf ya’ dan nun diperuntukkan bagilaki-laki, sehingga jamak salîm ini biasanya disebut dengan jama’ mudzakkar al-salim.
Sedangkan jamak salîm yang diperuntukkan bagi perempuan dibuat dengan cara menambahkan huruf alif dan ta’ (ا,ت) setelah kata benda. Jamak salîm seperti ini biasanya disebut dengan jamak muannats al-salîm.[4] Seperti firman Allah:
¨bÎ) šúüÏJÎ=ó¡ßJø9$# ÏM»yJÎ=ó¡ßJø9$#ur šúüÏZÏB÷sßJø9$#ur ÏM»oYÏB÷sßJø9$#ur tûüÏGÏZ»s)ø9$#ur ÏM»tFÏZ»s)ø9$#ur tûüÏ%ω»¢Á9$#ur ÏM»s%ω»¢Á9$#ur tûïÎŽÉ9»¢Á9$#ur ÏNºuŽÉ9»¢Á9$#ur tûüÏèϱ»y‚ø9$#ur ÏM»yèϱ»y‚ø9$#ur tûüÏ%Ïd‰|ÁtFßJø9$#ur ÏM»s%Ïd‰|ÁtFßJø9$#ur tûüÏJÍ´¯»¢Á9$#ur ÏM»yJÍ´¯»¢Á9$#ur šúüÏàÏÿ»ptø:$#ur öNßgy_rãèù ÏM»sàÏÿ»ysø9$#ur šúïÌÅ2º©%!$#ur ©!$# #ZŽÏVx. ÏNºtÅ2º©%!$#ur £‰tãr& ª!$# Mçlm; ZotÏÿøó¨B #·ô_r&ur $VJ‹Ïàtã ÇÌÎÈ
35. Sesungguhnya
laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan perempuan yang mukmin, laki-laki
dan perempuan yang tetap dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar,
laki-laki dan perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk,
laki-laki dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan
dan pahala yang besar. (QS. Al-Ahzab ayat 35)
2. Jamak Taksîr
Adapun jamak taksîr memiliki dua macam bentuk perubahan yaitu pertama, perubahan bentuk dasar seperti kitâbun menjadi kutubun, atau baitun menjadi buyûtun, dan sebagainya. Dan yang penambahan bentuk lain, seperti amîrun rnenjadi umarâ’un atau wazîrun menjadi wuzarâ’un, dan sebagainya.[5]
Bentuk-bentuk
Perubahan Jamak Taksîr
a. Mengikuti wazan فعل
(fu’ulun)
Contoh:
|
|
||
Mufrad
|
Jamak
Taksîr
|
|
|
كتاب (kitâbun)
|
كتب(kutubun)
|
=
|
Kitab-kitab
|
رسول (rasûlun)
|
رسل (rusulun
|
=
|
Rasul-rasul
|
سبيل (sabîlun)
|
سبل (subulun)
|
=
|
Jalan-jalan
|
|
|
|
|
b. Mengikuti wazan فعول (fu’ûlun)
Contoh:
|
|
||
Mufrad
|
Jamak
Taksîr
|
|
|
جند (jundun)
|
جنود(junûdun)
|
=
|
Tentara-tentara
|
قلب (qalbun)
|
قلوب (qulûbun)
|
=
|
Beberapa hati
|
ضيف (dhaifun)
|
ضيوف (dhuyûfun)
|
=
|
Tamu-tamu
|
|
|
|
|
c. Mengikuti wazan افعال
(af’âlun)
Contoh:
|
|
||
Mufrad
|
Jamak
Taksîr
|
|
|
باب (bâbun)
|
ابواب(abwâbun)
|
=
|
Pintu-pintu
|
مال (mâlun)
|
اموال (amwâlun)
|
=
|
Harta-harta
|
ولد (swaladun)
|
اولاد (awlâdun)
|
=
|
Anak-anak
|
|
|
|
|
d. Mengikuti wazan فعلاء (fu’alâu)
Contoh:
|
|
||
Mufrad
|
Jamak
Taksîr
|
|
|
عليم (‘alîmun)
|
علماء (ulamâu)
|
=
|
Orang-orang
berilmu
|
نبي (nabîy)
|
انبياء (ambiyâu)
|
=
|
Nabi-nabi
|
امر (âmirun)
|
امراء (umarâu)
|
=
|
Para pemimpin
|
e. Mengikuti wazan مفاعل
(mafâ’ilu)
Contoh:
|
|
||
Mufrad
|
Jamak
Taksîr
|
|
|
مسجد (masjidun)
|
مساجد (masâjidun)
|
=
|
Masjid-masjid
|
فاكهة (fâkihatun)
|
فواقه (fawâkihu)
|
=
|
Buah-buahan
|
مصباح (mishbâhun)
|
مصابح (smashâbihu)
|
=
|
Lampu-lampu
|
|
|
|
|
Contoh:
|
|
||
Mufrad
|
Jamak
Taksîr
|
|
|
جبل (jabalun)
|
جبال (jibâlun)
|
=
|
Gunung-gunung
|
رجل (rajulun)
|
رجال (rijâlun)
|
=
|
Beberapa
lelaki
|
|
|
|
|
g. Mengikuti wazan افعل
(af’ulun)
Contoh:
|
|
||
Mufrad
|
Jamak
Taksîr
|
|
|
رجل (rijlun)
|
ارجل (arjulun)
|
=
|
Kaki-kaki
|
نفس (nafsun)
|
انفس (anfusun)
|
=
|
Jiwa-jiwa
|
شهر (syahrun)
|
اشهر (asyhurun)
|
=
|
Beberapa
bulan
|
h. Mengikuti wazan افعلة (af’ilatun)
Contoh:
|
|
||
Mufrad
|
Jamak
Taksîr
|
|
|
سلاح (silâhun)
|
اسلحة(aslihatun)
|
=
|
Senjata-senjata
|
جناح (janâhun)
|
اجنحة (ajnihatun)
|
=
|
Sayap-sayap
|
i.
Mengikuti
wazan فعلة (fi’latun)[7]
Contoh:
|
|
||
Mufrad
|
Jamak
Taksîr
|
|
|
فتى (fatâ)
|
فتية(fityatun)
|
=
|
Beberapa
pemuda
|
C.
Penggunaan Mufrad dan Jamak dalam al-Qur’ân
1. Kata yang selalu
disebutkan dalam bentuk mufrad
a. kata أرض
Kata ini hanya disebutkan
dalam bentuk mufrad saja dalam al-Quran. Diulang sebanyak 461 kali.[8]
Lebih jelasnya bisa dilihat dari beberapa ayat berikut:
y“ÏŠ$t7Ïè»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä ¨bÎ) ÓÅÌö‘r& ×pyèÅ™ºur }‘»ƒÎ*sù Èbr߉ç7ôã$$sù ÇÎÏÈ
Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, Sesungguhnya
bumi-Ku luas, Maka sembahlah Aku saja. (QS. Al-Ankabut: 56)
Ayat lain mengatakan:
ª!$# “Ï%©!$# t,n=y{ yìö6y™ ;Nºuq»oÿxœ z`ÏBur ÇÚö‘F{$# £`ßgn=÷WÏB ãA¨”t\tGtƒ âöDF{$# £`åks]÷t/ (#þqçHs>÷ètFÏ9 ¨br& ©!$# 4’n?tã Èe@ä. &äóÓx« փωs% ¨br&ur ©!$# ô‰s% xÞ%tnr& Èe@ä3Î/ >äóÓx« $RHø>Ïã ÇÊËÈ
Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. perintah
Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu, dan Sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala
sesuatu. (QS. Al-Thalaq: 12)
Padahal, menurut
penelitian ilmu astronomi bumi sama
dengan langit. Sama-sama berlapis tujuh. Apakah ini berarti ada kontradiksi
antara al-Quran dengan ilmu pengetahuan? Tentu saja tidak. Malah, justeru
bentuk mufrad itulah yang lebih cocok. Mengingat kondisi umat saat itu yang
notebene belum mengalami kemajuan dalam bidang astronomi. Seandainya kata الأرض dijamakkan, bisa jadi
pada gilirannya akan menanamkan sifat keraguan dalam diri mereka terhadap
al-Quran. Ini berarti risalah karsulan Muhammad Saw. menjadi gagal.[9]
b. kata صراط
Seperti dalam QS. al-An’am: 153
¨br&ur #x‹»yd ‘ÏÛºuŽÅÀ $VJŠÉ)tGó¡ãB
“Dan bahwa (yang kami perintahkan ini) adalah jalan
yang lurus ...“
c.
kata النور
Seperti dalam al-Qur’ân surah. al-Hadîd ayat 12
4Ótëó¡o„ Nèdâ‘qçR tû÷üt/ öNÍk‰É‰÷ƒr& /ÏSÏZ»yJ÷ƒr'Î/ur
“Sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di
sebelah kanan mereka”.
2.
Kata yang
selalu disebutkan dalam bentuk jamak
Seperti apa yang
dijelaskan pada bagian sebelumnya, bentuk jamak juga memiliki makna dan tujuan
khusus. Dalam arti, ada pesan tertentu yang hendak disampaikan oleh al-Quran.
a.
Kata ألباب
Seperti dalam QS. az-Zumar: 21
¨bÎ) ’Îû šÏ9ºsŒ 3“tø.Ï%s! ’Í<'rT{ É=»t7ø9F{$# ÇËÊÈ
“Sesungguhnya
pada yang demikian itu, benar-benar
terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal “
b.
kata أكواب
Seperti dalam QS. al-Ghâsyiyah: 14
Ò>#uqø.r&ur ×ptãqàÊöq¨B ÇÊÍÈ
“Dan gelas-gelas yang terletak (di dekatnya) “
3.
Kata yang
digunakan dalam bentuk mufrad dan jamak
a. Kata سماء
Didalam
al-Qur’an terkadang disebutkan dalam bentuk jamak (shighat al-jam’) dan
terkadang disebutkan dalam bentuk mufrad (shighat al-ifrâd) sesuai
dengan konteks ayat (siyâq al-kalâm). Jika yang dimaksudkan adalah untuk
menunjukkan makna bilangan (al-’adad) maka lafazh tersebut datang dengan menggunakan shighat jamak. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan betapa luasnya keagungan
Allah dan betapa banyak jumlahnya,[10]
seperti dalam QS. al-Hasyr/59 1: “Sabbaha lillâhi mâ fi al-samâwât wa mâ fi al-ardh”
(Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi). Maksudnya adalah seluruh penghuni langit yang banyak jumlahnya. Demikian juga dalam QS. al-Nür/24: 41: “Yusabbihu lahû man fi al-samâwât”. (bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit), yaitu langit yang mempunyai bilangan
yang berbeda-beda. Sementara itu, jika lafazh al-samâ’ dimaksudkan untuk
menunjukkan arah (al-jihah), rnaka ia datang dalam bentuk
mufrad, seperti dalam QS. al-MuIk/67: 16: “Aamintun man
fi al-samâ’i an yashifa bikum al-ardh”.
(Bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi). Maksudnya adalah seluruh penghuni langit yang banyak jumlahnya. Demikian juga dalam QS. al-Nür/24: 41: “Yusabbihu lahû man fi al-samâwât”. (bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit), yaitu langit yang mempunyai bilangan
yang berbeda-beda. Sementara itu, jika lafazh al-samâ’ dimaksudkan untuk
menunjukkan arah (al-jihah), rnaka ia datang dalam bentuk
mufrad, seperti dalam QS. al-MuIk/67: 16: “Aamintun man
fi al-samâ’i an yashifa bikum al-ardh”.
b.
kata ريح
Lafazh al-rîh (angin) dalam
al-Qur’an disebutkan sebanyak 24 kali yang tersebar di beberapa surah, 14 di
antaranya disebutkan dalam bentuk tunggal (mufrad, singular),’ dan 10
sisanya dalam bentuk jamak (plural). Manakala lafazh tersebut digunakan
dalam konteks rahmat, maka dijamakkan. Sedangkan, jika digunakan dalam konteks
adzab, maka lafazh tersebut dimufradkan.[11]
Contoh dalam bentuk mufrad di antaranya seperti tercermin dalam firman Allah:
ã@sVtB $tB tbqà)ÏÿZム’Îû ÍnÉ‹»yd Ío4quŠysø9$# $u‹÷R‘‰9$# È@sVyJŸ2 8xƒÍ‘ $pkŽÏù ;ŽÅÀ ôMt/$|¹r& y^öym 7Qöqs% (#þqßJn=sß öNßg|¡àÿRr& çm÷Gx6n=÷dr'sù 4 $tBur ãNßgyJn=sß ª!$# ô`Å3»s9ur öNßg|¡àÿRr& tbqßJÎ=ôàtƒ ÇÊÊÐÈ
“Perumpamaan harta yang mereka nafkahkan di dalam kehidu pan dunia ini, adalah seperh perumpamaan angina (ri hin) yang men gandung hawa yang san gat din gin, yang menimpa tanaman kaum yang mengalliaya din sendiri, lain angin itu merusaknya. Allah tiîdak meiiganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya din mereka sendiri’ (QS.Ah lmran/3:
117)
BAB III
PENUTUP
Dari paparan yang
relatif singkat ini, dapat kita simpulkan bahwa al-Quran memang selalu menjadi
hal menarik untuk terus dikaji. Termasuk dari segi susunan bahasanya, tanpa
terkecuali masalah kaidah mufrad dan jamak yang ada di dalamnya.
Kata الأرض, merupakan salah satu kata yang hanya disebutkan dalam bentuk
mufradnya saja. Ini sama sekali tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan yang
menyatakan bahwa bumi berlapis tujuh. Ini kaitannya dengan keadaan umat pada
masa al-Quran diturunkan. Seandainya dengan terang-terangan Allah menegaskan
bahwa ia tujuh, barangkali mereka akan ragu-ragu terhadap al-Quran.
Begitu pula dengan kata الألباب. Kata ini hanya disebutkan dalam
bentuk jamak saja. Menurut al-Suyuthi, ini disebabkan karena bila disebutkan
dengan bentuk mufradnya, akan memberatkan.
Selain dua kata ini, ada kata السماء, السماوات, الريح, dan الرياح dsb. Perbedaan bentuk, mufrad dan jamak memiliki perbedaan makna dan pemahaman.
Dan, selain beberapa kata di atas, masih banyak kata-kata lain yang tidak
penulis sebutkan. Ini hanya untuk mempermudah saja, dan agar kajian kita tidak
terlalu meluas. Sekali lagi, intinya adalah, kata-kata dengan beragam bentuknya
dalam al-Quran memiliki makna khusus. Bukan persoalan kebetulan.
DAFTAR PUSTAKA
‘Abd al-Baqi, Muhammad
Fuad, t.t. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadh al-Quran al-Karim, Angkasa
Al-Suyuthi,
Jalal al-Din, 1996. al-Itqan Fi al-Ulum al-Qur’an, Beirut: Muassasah
al-Kutub al-Tsaqafiyah
Al-Qur’an dan Terjemahnya
Baidan, Prof. Dr.
Nashruddin, 2011. Wawasan Baru Ilmu Tafsir, Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Fuwal, Azizah, 1992. al-Mu’jam al’-Mufashshal, Beirut: Dar
al-Kutub, volume I
Ichwan, Nor, 2002. Memahami bahasa Al-Qur’an, Semarang:
Pustaka pelajar
Rahman.
H. Salimudin, MA, dkk., 1990. Tatabahasa
Arab Untuk Memahami al-Qur’an, Bandung: Sinar baru
Wehr,
Hans, 1971. A Dictionary of Modern Written Arabic, Wiesbaden: Otto
Harrassowitz
[1] Hans Wehr, A
Dictionary of Modern Written Arabic (Wiesbaden: Otto Harrassowitz, 1971),
h. 704
[2] Azizah Fuwal, al-Mu’jam
al’-Mufashshal (Beirut: Dar al-Kutub, 1992), volume I, h. 416
[3] Nor Ichwan, Memahami
bahasa Al-Qur’an (Semarang: Pustaka pelajar, 2002), h. 49
[4] Ibid, h.50
[5] Ibid, h.51
[6] H. Salimudin A.Rahman, MA, dkk., Tatabahasa
Arab Untuk Memahami al-Qur’an (Bandung: Sinar baru, 1990), h. 16-17
[7] Nor Ichwan, Memahami
bahasa Al-Qur’an... h. 51-52
[8] Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfadh al-Quran
al-Karim (Angkasa, t.t.), 26-33
[9] Prof. Dr. Nashruddin Baidan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, cet. I, 2011), 311
[10] Jalal al-Din
al-Suyuthi, al-Itqan Fi al-Ulum al-Qur’an (Beirut: Muassasah al-Kutub
al-Tsaqafiyah, 1996), h. 563
[11] Ibid, h. 563
Tidak ada komentar:
Posting Komentar